Sabtu, 12 Juli 2014

Brazil Menangis Dirumah

REUTERS/Ruben Sprich REUTERS/Ruben Sprich

Oleh: Galih Satrio Pinandito

“Hukuman maksimum yang diterapkan di Brasil adalah 30 tahun penjara, namun saya merasa terhukum oleh sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawab saya seorang selama lebih dari 50 tahun” demikian tutur Moacir Barbosa menjelang ajal menjemputnya. Barbosa adalah penjaga gawang utama tim Samba medio 1940-1950an serta termasuk dalam skuat Brasil Piala Dunia 1950 yang kalah dari Uruguay di laga puncak. Sebuah tragedi nasional yang kemudian disebut sebagai Maracanazo atau Musibah Maracana. Kejadian tersebut membuat Barbosa dikucilkan oleh masyarakat dan rakyat Brasil, bahkan penjaga gawang berkulit hitam layaknya Barbosa tidak pernah dipanggil memperkuat tim Samba sejak Maracanazo hingga akhirnya Nelson Dida berhasil menembus skuat Brasil di tahun 1995.

Nampaknya arwah Moacir Barbosa bisa tersenyum lega, usai arogansi rakyat serta timnas Brasil dilindas tanpa ampun oleh para panser Jerman dalam laga semifinal Brasil 2014 di Belo Horizonte. Ya! Rakyat Brasil harus menerima bukti bahwa tim Samba yang mereka puja setinggi nirwana ini bukanlah kesebelasan bermaterikan dewa yang tak mungkin kalah, bahkan ketika mereka berlaga di kandang sendiri dan didukung puluhan ribu jiwa yang memadati stadion Mineirao. Tidak tanggung-tanggung, gawang Brasil yang dijaga oleh Julio Cesar digelontor tujuh gol dan hanya bisa membalas satu gol saja.
REUTERS/Tony Gentile/Files REUTERS/Tony Gentile/Files

Di 45 menit pertama, Thomas Mueller, Miroslav Klose, Sami Khedira, dan tentunya Toni Kroos bergantian memberondong benteng Brasil dengan lima gol yang tercipta hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 menit. Diawali tendangan Mueller di menit ke-10 dan ditutup oleh gol Khedira di menit ke-28 praktis mengubur asa rakyat Brasil untuk melihat tim pujaannya tampil di laga puncak. Kehilangan kapten Thiago Silva dan Neymar yang diibaratkan sepasang sayap yang mampu membawa Selecao terbang tinggi membuat anak asuh Felipao jalan tertatih-tatih. Usai dikagetkan oleh gol Muller sang penafsir ruang, David Luiz dkk sedang berusaha memperbaiki performa dan merapatkan barisan hingga gol kedua Jerman yang dilesakkan Klose membuyarkan segalanya.

Gol Klose di menit ke-23 ini merupakan gol ke-16 miliknya di ajang Piala Dunia sekaligus mengokohkan dia sebagai pencetak gol terbanyak di Piala Dunia melewati capaian Ronaldo Luis Nazario de Lima dengan 15 gol. Usai gol penyerang Lazio tersebut, tim Samba layaknya kuda pincang yang tertutup matanya sehingga bingung harus melangkah ke mana. Kondisi tersebut dimanfaatkan dengan optimal oleh pasukan Luftwaffe Jerman yang menyerang tepat ke sasaran dan membuahkan sepasang gol dari Kroos ditutup gol Khedira. Pendukung Brasil yang tadinya masih tercengang tidak percaya pun mulai terlihat berlinang air mata. Air mata arogansi milik tuan rumah yang seharusnya sadar bahwa mereka tampil tanpa dua sayap burung yang mampu membawa mereka terbang tinggi.

Di babak kedua penampilan tuan rumah jauh lebih baik. Sadar bahwa satu-satunya pilihan adalah menyerang, maka Felipao menginstruksikan untuk bermain terbuka dengan menggantikan Fernandinho yang tampil bak bocah lulusan sekolah sepak bola dengan Paulinho, mengganti Hulk yang nampaknya masih berwujud Bruce Banner dengan Ramires, serta menukar Fred yang sering dipertanyakan oleh para pengamat sepak bola tentang terpilihnya dia di skuat Brasil dengan Willian.
REUTERS/David GrayREUTERS/David Gray

Hasilnya Brasil jauh lebih atraktif di babak kedua dengan melancarkan berbagai serangan dan tembakan yang sialnya digagalkan Manuel Neuer tampil prima. Andre Schurrle bahkan sempat memanfaatkan kelengahan Brasil yang asyik menyerang dengan mencetak 2 gol, bahkan para pendukung Selecao pun melakukan standing ovation usai pemain sayap Chelsea ini mencetak gol ke-7 Jerman. Pengatur serangan tim Samba, Oscar akhirnya sanggup membobol gawang Neuer di akhir laga sekaligus memberi gol hiburan untuk Brasil.

Ketika sang pengadil meniup peluit panjang, para penonton pun masih tidak percaya, tak bergeming menyaksikan tim pujaannya dipermalukan sedemikian rupa. Tak akan ada canda, tawa, dan pesta di Copacabana. Arogansi Selecao runtuh tak bersisa, entah apa yang dirasakan Neymar kala ia hanya bisa menyaksikan rekan-rekannya dilibas Jerman. David Luiz sang kapten yang ditemani oleh Thiago Silva sambil berkaca-kaca seraya meminta maaf kepada seluruh rakyat Brasil.
REUTERS/Eddie KeoghREUTERS/Eddie Keogh

Kekalahan terkelam dalam sejarah sepak bola Brasil di Piala Dunia selain kejadian Maracanazo tentunya. Kekalahan yang menyamai rekor kekalahan terbesar Brasil saat takluk dari Uruguay 0-6 pada tahun 1920 atau 94 tahun yang lalu. Rekor kandang Brasil yang tak terkalahkan dalam 62 pertandingan resmi sejak tahun 1975 pun ikut melebur bersama keangkuhan ala Selecao.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar