Konon, bisnis yang beromzet tidak sedikit ini, walaupun lokasinya tidak mewah, mendapat "restu" dari oknum-oknum aparat. Lagipula, bisnis ini tidak akan ada matinya selama umat manusia masih ada di bumi.
Di Jakarta pun, lokasi bisnis ini amat mudah ditemukan. Biasanya lokasinya di pinggir-pinggir rel kereta api atau dekat dengan stasiun. Sehingga lazim terdengar istilah "dekat stasiun". Apabila seseorang ditanyakan, "Mau kemana?" dan dijawab "Mau ke dekat stasiun", sudah bisa ditebak ia akan berkunjung ke lokasi macam ini.
Lokasi-lokasi "lampu merah" di Jakarta yang ramai dan menggeliat ketika malam tiba, dapat ditemui di seputaran Stasiun Tanah Abang atau Stasiun Jatinegara. Para Pekerja Seks Komersial (PSK) menjajakan dirinya di lapak-lapak atau warung remang-remang di pinggir rel. Mereka tidak menghiraukan bisingnya suara kereta yang lewat dengan kecepatan tinggi atau bahaya tersambar kereta, padahal jaraknya amat dekat dengan rel.
Mari kita lihat pemandangan di lokasi-lokasi rawan ini di Tanah Abang. Butuh sedikit keberanian dan kemampuan berkomunikasi untuk bisa blusukan ke lokasi semacam ini, karena kita sudah pasti berhadapan dengan preman-preman yang tidak mempunyai rasa kasihan terhadap mereka yang dianggap mencurigakan.
Ketika malam menjelang, lokasi pinggir
rel menjadi ramai dan meriah dengan musik dangdut yang diputar
keras-keras dari warung-warung remang-remang
Para PSK dan pelanggannya tidak peduli walau kereta api yang lewat mengancam keselamatan mereka
Penampakan luar "Kamar praktek" bagi para pria yang menjadi "pasien"
Butuh keberanian dan kemampuan komunikasi yang baik untuk memasuki tempat rawan seperti ini
Dari penelusuran yang dilakukan, banyak terlihat para PSK yang masih di bawah umur. Banyak dari PSK-PSK yang mangkal sulit keluar dari jeratan bisnis haram ini. Selain karena alasan mudah mendapatkan uang banyak, mereka juga tidak bisa begitu saja pergi, karena diawasi oleh para pengawal yang dibayar oleh induk semangnya
Para PSK tidak bisa pergi dengan mudah,
karena banyak "pengawal" di sekeliling mereka. Lihat pria berbaju
cokelat yang sedang duduk bersandar di tembok, dia bukan pengunjung
melainkan pengawal
Sekali lagi, bisnis ini selalu ramai ketika matahari mulai terbenam. Dan banyak terlihat para "wisatawan" keluar-masuk lokasi wisata "dewasa" ini.
Hal seperti ini benar-benar membuat masyarakat kita "sakit", semoga Para Pemimpin Dan Para Pejabat segera menyelamatkan para wanita yang menjadi korban perdagangan manusia dan perbudakan (trafficking) di tempat ini serta menindak tegas para peaku dan memusnahkan tempat-tempat yang mencoreng citra Jakarta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar